Menggali Cahaya*
Aku meraba senja dalam kata
Mengeja huruf dalam bulan
Meratapi langit satu, dua, tiga
Perlahan berjingkit lalu berlari tak terbaca
Mata terkunci ditengah suara yang menghilang
Gemuruh embun senja menetes seperti kemilau berlian
Jatuh menyatu dengan bumi lewat hujan
Aku memecah bulan, menggali cahaya di langit senja
Kepingan cahaya bulan pecah berserakan
Darahku menjadi lumpuh, otakku mengerjap lumpuh
Dimana bulan, dimana cahaya bulan
Satu, dua, tiga,
bilangannya
Sayapku menjadi patah, aku menjadi cahaya
Menghilang bersamanya.
Pertemuan
Sebuah jeda kosong diperempatan
Waktu terhenti seketika
Mataku menyorot dengan sabar, pada titik halte itu
Antara kenangan dan kehilangan
Matamu berbicara dibalik tirai hujan
Bibirmu kelu dimakan salju
Aku dan kau mematung di cangkang pertemuan
75 Detik
Tutur waktu berdetak
75 detik terhitung banyak
Garis mendatar yang tak kunjung bangkit
75 detik titik terpuruk
75 detik mereka menunduk
75 detik mata terkatup
75 detik tangisan menderu
Tawa dan isak menjadi
tegar di 75 detik
Satu, dua, tiga sayap-sayap mulai mengepak
75 detik menjadi sirna.
Kepikunan Waktu
Senja bergeser, tanda lukisan senja memudar
Menjadi hanya dunia mentari
Tak ada rembulan dan bintang
Deru semesta berkabung
Mencari rembulan bersembunyi
Dalam tirai waktu
Waktu mencuri bulan, dalih kepikunan
Jejak kepikunan waktu di adili di altar Tuhan
Aku mendobrak waktu
Berpijak di dahan kecil yang menjulang
Di tepian mulut jurang
Kepikunan waktu akan tanda kiamat datang
Punggung di balik
Pelangi
Rinai hujan dengan nada konstan
Menepuk-bepuk pasir pantai
Aroma hujan menguap bebas, menyatu dengan udara
Jejak langkah di bibir pantai
Sebuah tanda urat kakimu
Aku berteriak memanggil nafasmu
Jawabannya hanya punggungmu
Nila, biru, hijau, ungu menjadi sayapku
Hanya punggungmu, dibalik pelangi
Senja berpaling, sayapku retak
Kau mematung tetap membisu.
Banjarmasin, 28 Februari 2013 (D sebuah
inspirasi)
*Kumala Sari
Comments
Post a Comment