Pengambilan
Keputusan untuk Profesi pada Siswa
Jenjang Pendidikan Menengah
(Survei pada SMA, MA, dan SMK di DKI Jakarta).
Oleh: Hayadin B
Jenjang Pendidikan Menengah
(Survei pada SMA, MA, dan SMK di DKI Jakarta).
Oleh: Hayadin B
Pengertian Pengambilan Keputusan
Secara
sederhana pengambilan keputusan merupakan peristiwa yang senantiasa terjadi dalam
setiap aspek kehidupan manusia. Hal tersebut sebagai konsekuensi logis dari
dinamika perkembangan kehidupan yang senantiasa berubah dan bersifat sangat
kompleks. Dalam konteks ini, proses pengambilan keputusan merupakan salah satu
bentuk respon manusia terhadap lingkungannya. Keputusan yang diambil oleh
manusia akan menjadi awal bagi penentuan kehidupan selanjutnya. Demikian
seterusnya terjalin secara dialektis antara proses pengambilan keputusan dengan
lingkungan kehidupan manusia yang luas dan kompleks.
Fred Luthans
dan Keith Davis (1996) mengemukakan bahwa ‘Decision making is almost
universally defined as choosing between alternatives. Artinya, bahwa secara
umum pengertian dari pengambilan keputusan adalah memilih diantara berbagai
alternatif. Pengertian ini diperkuat oleh pendapat Garry Deslerr (2001) bahwa
‘Decision is a choice made between available alternatives’. Ditinjau dari sudut
pandang lain dinyatakan pula bahwa ‘Decision making is the process of
developing and analyzing alternatives and choosing from among them’ (Garry
Desler, 2001).
Way K. Hay
dan Cecil G. Miskel (1982) menyatakan bahwa pengambilan keputusan merupakan
siklus kegiatan yang melibatkan pemikiran rasional baik secara individu maupun
kelompok dalam semua tingkat dan bentuk organisasi. Pendapat ini menyebutkan
pemikiran rasional sebagai hal yang penting. Pemikiran yang rasional merupakan
landasan dalam membuat keputusan, karena pilihan terhadap berbagai alternatif
yang tersedia didasarkan pada pertimbangan plus-minus, atau manfaat dan
konsekwensi yang menyertai setiap pilihan. Setiap pilihan memiliki konsekwensi.
Dan rasionalitas berperan utama dalam menemukan konsekwensi tersebut sebelum
keputusan diimplementasikan.
Dari
beberapa pengertian yang disebutkan di atas, terdapat satu kata kunci yang
penting untuk memahami makna pengambilan keputusan yakni memilih (choice).
Memilih berarti menentukan satu hal dari beberapa hal yang ada atau tersedia.
Sesuatu yang dipilih ditentukan oleh pertimbangan selera dan rasionalitas
individu (Herbert A. Simon, 1997). Biasanya, selera dan rasionalitas tersebut
merujuk pada hal-hal yang menyenangkan atau menguntungkan individu dan
masyarakat.
b.
Pengertian Profesi
Secara sederhana profesi dapat diartikan sebagai pekerjaan yang didasari oleh keterampilan dan keahlian (skill and expertise) tertentu. Carter V. Good (1973), menjelaskan bahwa jenis pekerjaan yang berkualifikasi profesional memiliki ciri-ciri tertentu, yaitu: memerlukan persiapan atau pendidikan khusus bagi calon pelakunya, kecakapan profesi berdasarkan standard baku yang ditetapkan oleh organisasi profesi atau organisasi yang berwenang lainnya, profesi tersebut mendapatkan pengakuan dari masyarakat dan negara dengan segala civil effectnya (Carter V. Good, 1973).
Secara sederhana profesi dapat diartikan sebagai pekerjaan yang didasari oleh keterampilan dan keahlian (skill and expertise) tertentu. Carter V. Good (1973), menjelaskan bahwa jenis pekerjaan yang berkualifikasi profesional memiliki ciri-ciri tertentu, yaitu: memerlukan persiapan atau pendidikan khusus bagi calon pelakunya, kecakapan profesi berdasarkan standard baku yang ditetapkan oleh organisasi profesi atau organisasi yang berwenang lainnya, profesi tersebut mendapatkan pengakuan dari masyarakat dan negara dengan segala civil effectnya (Carter V. Good, 1973).
Ahli profesi
di Indonesia seperti dikutip oleh Nyoman Dentes menyusun ciri-ciri utama
profesi, yakni sebagai berikut: (1). Memiliki fungsi atau signifikansi sosial
yang krusial; (2). Tuntutan penguasaan keterampilan sampai pada tingkatan
tertentu; (3). Proses pemilikan keterampilan tersebut berdasarkan penggunaan
metode imiah; (4). Memiliki batang tubuh disiplin ilmu yang jelas, eksplisit
dan sistematis; dan (5). Penguasaan profesi tersebut memerlukan pendidikan pada
jenjang perguruan tinggi (Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, 2002).
Berdasarkan
beberapa pendapat tersebut di atas, maka makna terpenting dari profesi adalah
adanya keterampilan sebagai dasar kehidupan yang diperoleh melalui pendidikan,
dan bertujuan untuk menolong masyarakat. Pengertian ini menyiratkan makna bahwa
tidak semua pekerjaan dapat dikategorikan sebagai profesi. Tetapi setiap
profesi selalu berbentuk pekerjaan.
c. Urgensi
Pengambilan Keputusan Profesi
Berdasarkan uraian sebelumnya tentang profesi, dapat dimengerti bahwa profesi merupakan salah satu urusan penting dan utama bagi kelangsungan hidup, harkat dan martabat individu. Hal tersebut karena profesi berkaitan dengan pekerjaan, mata pencaharian, dan penghasilan serta kesejahteraan. Kehidupan seseorang dapat memiliki makna yang berarti hanya dengan profesi yang digeluti. Tanpa profesi yang dijalani, maka kehidupan seseorang tidak memiliki nilai.
Berdasarkan uraian sebelumnya tentang profesi, dapat dimengerti bahwa profesi merupakan salah satu urusan penting dan utama bagi kelangsungan hidup, harkat dan martabat individu. Hal tersebut karena profesi berkaitan dengan pekerjaan, mata pencaharian, dan penghasilan serta kesejahteraan. Kehidupan seseorang dapat memiliki makna yang berarti hanya dengan profesi yang digeluti. Tanpa profesi yang dijalani, maka kehidupan seseorang tidak memiliki nilai.
Sebelum
suatu profesi dijalani, terlebih dahulu secara personal terjadi proses
pengambilan keputusan, yakni aktivitas berpikir, menelaah dan menimbang
beberapa jenis profesi. Ini adalah proses pengambilan keputusan profesi. Dalam
rentang kehidupan individu, ada suatu tahap di mana tahap perkembangan individu
secara sadar mendorongnya untuk memilih profesi, dan/atau pekerjaan. Tahap ini
menurut Anne W. Gormly dan David M. Brodzisky (1993) disebut dengan tahap
decision years; yakni masa pengambilan keputusan. Secara biologis, ini ada pada
rentang usia 18 – 40 tahun. Masa ini disebut pula dengan fase awal kedewasaan
(early-childhood). Pada fase ini, seseorang mulai memasuki dunia kerja,
profesi, dan karier.
Selanjutnya,
Gormly dan Brodzisky (1993) mengkaji kehidupan manusia berdasarkan ‘lifespan
perspektif’; yakni suatu pandangan yang meyakini bahwa perkembangan yang
terjadi sepanjang usia manusia merupakan hasil dari interaksi faktor-faktor:
fisik, biologis, sosial, historis, budaya dan psikologis. Mereka membagi
tahapan kehidupan manusia terdiri atas: beginning years, exploring years,
learning years, transition years, decision years, reassessment years, golden
years, dan final years. Setiap tahap adalah kontinuitas dan sekuens dari tahap
sebelumnya.
Berdasarkan
lifespan perspektif, maka pekerjaan, mata pencaharian dan profesi, ada dan
mulai berkembang pada tahap learning years, transition years, dan decision
years dan seterusnya. Pada tahap learning years, individu mulai menyadari
pentingnya peran dan pekerjaan. Ini ada pada usia 6 – 12 tahun. Oleh karena
itu, tahap ini dalam perspektif psikologis disebut masa pertengahan anak-anak
(middle-childhood). Selanjutnya setelah learning years adalah tahap transisi
(transition years) pada usia 12 – 18 tahun. Biasa disebut pula dengan masa
Adolescence. Pada tahap ini orang mulai mengembangkan keterampilan kerja,
bekerja paruh waktu, dan mulai mengeksplorasi dan merencanakan karier. Setelah
tahap ini selesai, maka seseorang memasuki tahap decision years.
Berdasarkan
uraian diatas, dapat diketahui bahwa jenjang Pendidikan Menengah atau masa pada
Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), dan Sekolah Menengah
Kejuruan(SMK) yang berada pada rentang usia 16 – 18 tahun merupakan akhir masa
transisi (transition years) dan awal masa pengambilan keputusan (decision
years). Oleh karena itu, pengambilan keputusan profesi pada masa ini merupakan
hal yang penting.
d. Hasil
Studi yang Relevan
Dari berbagai referensi, salah satu hasil studi yang relevan dengan peneltian ini adalah seperti dilakukan oleh Badeni (Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, 2002). Studi tersebut meneliti tentang Relevansi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dengan kebutuhan pasar kerja di Indonesia. Penelitian dilakukan pada enam provinsi di Indonesia dengan jumlah sampel sebesar 720 orang alumni SMK. Hasilnya menunjukkan bahwa kesesuaian antara jurusan yang diambil ketika bersekolah di SMK dengan bidang pekerjaan setelah tamat, sangat bervariasi.
a. Kemampuan Mengambil Keputusan
Indikator utama yang digunakan untuk mengetahui kemampuan dalam mengambil keputusan adalah preferansi pekerjaan dan profesi setelah tamat jenjang Pendidikan Menengah. Berdasarkan data kuisioner, diperoleh gambaran, bahwa: 35,75% siswa kelas tiga SMA/MA/SMK sudah mempunyai pilihan pekerjaan dan profesi; sementara 64,25% lainnya belum memiliki pilihan profesi dan pekerjaan. Siswa-siswi yang belum memiliki keputusan untuk profesi tersebut terdiri atas mereka yang memiliki prestasi akademik yang baik dan ada pula yang prestasi akademiknya sedang.
Dari berbagai referensi, salah satu hasil studi yang relevan dengan peneltian ini adalah seperti dilakukan oleh Badeni (Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, 2002). Studi tersebut meneliti tentang Relevansi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dengan kebutuhan pasar kerja di Indonesia. Penelitian dilakukan pada enam provinsi di Indonesia dengan jumlah sampel sebesar 720 orang alumni SMK. Hasilnya menunjukkan bahwa kesesuaian antara jurusan yang diambil ketika bersekolah di SMK dengan bidang pekerjaan setelah tamat, sangat bervariasi.
a. Kemampuan Mengambil Keputusan
Indikator utama yang digunakan untuk mengetahui kemampuan dalam mengambil keputusan adalah preferansi pekerjaan dan profesi setelah tamat jenjang Pendidikan Menengah. Berdasarkan data kuisioner, diperoleh gambaran, bahwa: 35,75% siswa kelas tiga SMA/MA/SMK sudah mempunyai pilihan pekerjaan dan profesi; sementara 64,25% lainnya belum memiliki pilihan profesi dan pekerjaan. Siswa-siswi yang belum memiliki keputusan untuk profesi tersebut terdiri atas mereka yang memiliki prestasi akademik yang baik dan ada pula yang prestasi akademiknya sedang.
Mereka
berencana untuk melanjutkan studi ke perguruan tinggi, mengikuti kursus
keterampilan, dan sebagian yang lain langsung mencari pekerjaan. Sebanyak 54 %
siswa yang disurvei berencana untuk melanjutkan studi ke perguruan tinggi; 8,9
% berencana untuk mengikuti kursus keterampilan; dan 37,1 % yang lain berencana
untuk melamar / mencari kerja. Meskipun demikian, belum seluruh siswa-siswi
yang berencana untuk melanjutkan studi ke perguruan tinggi telah memiliki
keputusan tentang perguruan tinggi dan jurusan atau fakultas yang akan dipilih.
Sebanyak 52,3 % siswa-siswi (yang mengembalikan angket) belum memiliki pilihan
perguruan tinggi. Sisanya sudah memiliki pilihan.
Data tersebut
di atas menunjukkan bahwa mayoritas anak sekolah pada jenjang Pendidikan
Menengah yang diteliti belum mempunyai pilihan pekerjaan dan profesi yang akan
digeluti. Ketidakmampuan memilih pekerjaan dan profesi tersebut disebabkan oleh
beberapa hal, antara lain: (1). Kurangnya wawasan dan pengetahuan anak tentang
dunia profesi dan pekerjaan; (2). Rendahnya perhatian orang tua terhadap
pilihan profesi anak, serta (3). Lemahnya perhatian sekolah tempat anak belajar
terhadap dunia pekerjaan dan profesi serta karier.
b.
Preferensi siswa kelas tiga SMA/MA.
Informasi rendahnya wawasan dan pengetahuan responden tentang profesi dan pekerjaan, selain dapat dilihat pada Tabel tersebut di atas, juga dapat diketahui melalui ketidaksesuaian (inkoherensi) antara pilihan pekerjaan dan pilihan disiplin ilmu yang akan dipilih di Perguruan Tinggi. Pekerjaan yang dipilih (seperti terlihat pada Tabel 1, nomor 5), menunjukkan mayoritas pada Pegawai Negeri Sipil (PNS). Sementara itu disiplin ilmu yang dipilih tidak sesuai dengan karakteristik pekerjaan PNS.
Informasi rendahnya wawasan dan pengetahuan responden tentang profesi dan pekerjaan, selain dapat dilihat pada Tabel tersebut di atas, juga dapat diketahui melalui ketidaksesuaian (inkoherensi) antara pilihan pekerjaan dan pilihan disiplin ilmu yang akan dipilih di Perguruan Tinggi. Pekerjaan yang dipilih (seperti terlihat pada Tabel 1, nomor 5), menunjukkan mayoritas pada Pegawai Negeri Sipil (PNS). Sementara itu disiplin ilmu yang dipilih tidak sesuai dengan karakteristik pekerjaan PNS.
Dari data
tersebut (Tabel 2) terlihat bahwa disiplin ilmu: Ekonomi, Jurnalistik,
Teknologi Informasi, Kedokteran, dan Manajemen, dipilih oleh mayoritas
responden. Jika dihitung prosentasenya, maka lebih 50 % jurusan yang dipilih
adalah cocok untuk pekerjaan non-PNS. Analisis ini menunjukkan adanya
inkoherensi antara pilihan disiplin ilmu dengan pilihan pekerjaan.
Beberapa
orang tua siswa yang ditemui di lokasi penelitian menyatakan bahwa mereka tidak
mengetahui apa profesi, pekerjaan dan karier yang hendak ditekuni anaknya.
Kebanyakan orang tua yang menjadi responden yakni 71% dari 52 orang tua tidak
mengetahui cita-cita anaknya. Mereka adalah orang tua yang memiliki pengetahuan
dan wawasan rendah tentang dunia kerja dan profesi. Disamping itu, tekanan
ekonomi yang berat, dan kesibukan mencari nafkah membuat mereka tidak memiliki
waktu untuk berbincang-bincang tentang pekerjaan dan profesi anaknya. Beberapa
orang tua yang telah berpendidikan telah mengetahui apa profesi yang akan
digeluti oleh anak mereka.
Sekolah
tempat anak belajar tidak memberikan wawasan yang cukup tentang pekerjaan dan
profesi. Kebanyakan guru dan Pimpinan Sekolah sangat sibuk dengan tugas
mengajar. Sementara sistem penyelenggaraan layanan Bimbingan dan Penyuluhan
atau Konseling (BP/K) belum tersedia secara maksimal. Fungsi guru Bimbingan dan
Penyuluhan atau Konseling (BP/K) belum berjalan secara maksimal. Mereka belum
mengarahkan siswa-siswinya secara sistematis pada pengambilan keputusan tentang
profesi, pekerjaan dan karier.
email: hayadin006@gmail.com
TUGAS ANALISIS
Nama : Kumala Sari
NIM : 1309212
Judul : Pengambilan
Keputusan untuk Profesi pada Siswa Jenjang Pendidikan Menengah (Survei pada SMA, MA, dan SMK di DKI Jakarta).
Penulis :HayadinB
1.
Sebab-akibat
|
|
||||||
|
||||||
Beberapa peristiwa bersama
menghasilkan satu efek
2.
Comparison Contrast; persamaan dan perbedaan
Masa SMA, SMK, MA masa strategis dan kritis bagi
Perkembangan dan Masa Depan
Menurut Montessory& Charles Buhler
Persamaan
|
Perbedaan
|
-
Masa pematangan kedewasaan
-
Identifikasi profesi dan
jati diri secara utuh
|
-
Monteserry penemuan diri usia 12-18 tahun
-
Charles Buhler ; penemuan
diri usia 13-19 tahun
|
Teori Pengambilan Keputusan dari Para Ahli
Persamaan
|
Perbedaan
|
-salah satu bentuk respon
manusia terhadap lingkungan
- penentu kehidupan
selanjutnya
- memilih
|
-Fred Luthan, Garry Deslerr
& Keith Davis memilih diantara alterantif
- pemikiran rasional
Way K. Hay dan Cecil G. Miskel
|
3. Penomoran
Comments
Post a Comment