Kali ini saya akan berbagi cerita dari buku yang saya baca, semoga cerita ini bisa memberikan setetes semangat untuk kamu yang lagi ciut hatinya, lemes geraknya, bahkan cuman berkulai di dalam cengkraman masa lalu
jadi menurut Syaikh 'Aidh Abdullah Al Qarni bahwa diantara kesalahan kita adalah kita terlalu merindukan kematian daripada membangun kehidupan. Artinya kita ingin meninggalkan dunia yang fana ini tanpa mau membangunnnya.
ada sebagian orang yang begitu mencintai kematian, memikirkan kapan datangnya kematian, dan yang lebih parahnya adalah memiliki keinginan untuk bunuh diri, seakan-akan hidup ini begitu menghimpit meskipun bekal untuk ke negeri akhirat hanyalah sedikit. Tak sepantasnya kita meminta kematian jika perbekalan kita masih seperlunya, ibadah ala kadarnya, jadi lebih baik perbanyaklah bekal untuk menuju kematian menuju kepada Allah swt (nasihat untuk saya)
jika, ada diantara kita pernah berpikir seperti itu maka sesungguhnya jiwa kita mungkin sedang sakit. Lalu, bagaimana caranya agar spirit kita tak mudah sakit.
SPIRIT SEMANGAT
kita tidak akan merasakan sakit ketika kita fokus untuk memberikan manfaat kepada orang lain. Namun ketika kita memikirkan diri kita sendiri, bersiap-siaplah kita akan lebih banyak merasakan sakit daripada senang dan bahagia.
jadi, ceritanya. Ibu ini baru saja pulang dari pasar. Namun, ketika smapai di depan rumahnya, dia melihat pemandangan memilukan. Rumah yang ia tinggalkan terbakar! Tiba-tiba dia teringat. Anaknya yang baru berumur tujuh bulan berada di dalam rumah itu! bergegas sang ibu berlari secepat-cepatnya. Belanjaan di tangannya di lemparkan. Dia terobos kobaran api yang makin membesar demi menyelamatkan bayinya. Ia terluka. Berdarah-darah. Api membakar tubuhnya. Kepalanya pening. Tertimpa genting dan reruntuhan puing. Tapi ia tidak peduli demi sang buah hati. Sakit tak ia rasakan. Ia terus menerobos mencari-cari. Dia dapati sang bayi. Terkapar dalam luka bakar.
Berburu-buru ia gendong.. Tertatih-tatih. Menerobos keluar dari api yang berkobar. Ia membelai sang anak, dan bergegas mencari pertolongan ke rumah sakit terdekat.
Jibaku sang ibu membuatnya tak secuil pun merasakan pedihnya sakit dan luka. Fokus pada buah hatinya. Cintanya...Anakku..anakku...Itulah yang ada dalam benaknya. Seluruh potensi, kekuatan dan daya upaya pun tertuju padanya.
ketika sang ibu dirawat di rumah sakit, barulah dia merasakan sakit. Dia baru sadar, ternyata tubuhnya penuh luka bakar. Kapan sang ibu merasa sakit? Bukan!Bukan ketika menerobos kobaran api, bersentuhan dengan panasnya api atau ditimpai reruntuhan puing rumahnya. Dia baru merasakan sakit ketika sang anak dalam perawatan rumah sakit. Saat tanggung jawab perawatan dialihkan kepada pihak rumah sakit, dan dia pun sendirian.
Saat memikirkan dirinya sendiri, tubuhnya yang penuh luka, kaki dan tanganya yang penuh darah, ketika itulah, pedihnya mulai dirasa. Kepala, tangan, punggung dan kakinya sudah tidak menentu kondisinya. Sakit yang sedari tadi tertahan itu pun muncul tiba-tiba. Ketika ia mulai memikirkan, dalam kesendirian
sahabatku, kita tidak merasakan sakit ketika kita fokus untuk memberikan manfaat kepada orang lain. Namun ketika kita memikirkan diri kita sendiri, bersiap-siaplah kita akan lebih banyak merasakan sakit daripada senang dan bahagia.
semoga secuil cerita itu bisa membahasahi hati yang mulai kering
Sumber: SPS Solikhin dan Kang Puji Hartono,S.PS
jadi menurut Syaikh 'Aidh Abdullah Al Qarni bahwa diantara kesalahan kita adalah kita terlalu merindukan kematian daripada membangun kehidupan. Artinya kita ingin meninggalkan dunia yang fana ini tanpa mau membangunnnya.
ada sebagian orang yang begitu mencintai kematian, memikirkan kapan datangnya kematian, dan yang lebih parahnya adalah memiliki keinginan untuk bunuh diri, seakan-akan hidup ini begitu menghimpit meskipun bekal untuk ke negeri akhirat hanyalah sedikit. Tak sepantasnya kita meminta kematian jika perbekalan kita masih seperlunya, ibadah ala kadarnya, jadi lebih baik perbanyaklah bekal untuk menuju kematian menuju kepada Allah swt (nasihat untuk saya)
jika, ada diantara kita pernah berpikir seperti itu maka sesungguhnya jiwa kita mungkin sedang sakit. Lalu, bagaimana caranya agar spirit kita tak mudah sakit.
SPIRIT SEMANGAT
kita tidak akan merasakan sakit ketika kita fokus untuk memberikan manfaat kepada orang lain. Namun ketika kita memikirkan diri kita sendiri, bersiap-siaplah kita akan lebih banyak merasakan sakit daripada senang dan bahagia.
jadi, ceritanya. Ibu ini baru saja pulang dari pasar. Namun, ketika smapai di depan rumahnya, dia melihat pemandangan memilukan. Rumah yang ia tinggalkan terbakar! Tiba-tiba dia teringat. Anaknya yang baru berumur tujuh bulan berada di dalam rumah itu! bergegas sang ibu berlari secepat-cepatnya. Belanjaan di tangannya di lemparkan. Dia terobos kobaran api yang makin membesar demi menyelamatkan bayinya. Ia terluka. Berdarah-darah. Api membakar tubuhnya. Kepalanya pening. Tertimpa genting dan reruntuhan puing. Tapi ia tidak peduli demi sang buah hati. Sakit tak ia rasakan. Ia terus menerobos mencari-cari. Dia dapati sang bayi. Terkapar dalam luka bakar.
Berburu-buru ia gendong.. Tertatih-tatih. Menerobos keluar dari api yang berkobar. Ia membelai sang anak, dan bergegas mencari pertolongan ke rumah sakit terdekat.
Jibaku sang ibu membuatnya tak secuil pun merasakan pedihnya sakit dan luka. Fokus pada buah hatinya. Cintanya...Anakku..anakku...Itulah yang ada dalam benaknya. Seluruh potensi, kekuatan dan daya upaya pun tertuju padanya.
ketika sang ibu dirawat di rumah sakit, barulah dia merasakan sakit. Dia baru sadar, ternyata tubuhnya penuh luka bakar. Kapan sang ibu merasa sakit? Bukan!Bukan ketika menerobos kobaran api, bersentuhan dengan panasnya api atau ditimpai reruntuhan puing rumahnya. Dia baru merasakan sakit ketika sang anak dalam perawatan rumah sakit. Saat tanggung jawab perawatan dialihkan kepada pihak rumah sakit, dan dia pun sendirian.
Saat memikirkan dirinya sendiri, tubuhnya yang penuh luka, kaki dan tanganya yang penuh darah, ketika itulah, pedihnya mulai dirasa. Kepala, tangan, punggung dan kakinya sudah tidak menentu kondisinya. Sakit yang sedari tadi tertahan itu pun muncul tiba-tiba. Ketika ia mulai memikirkan, dalam kesendirian
sahabatku, kita tidak merasakan sakit ketika kita fokus untuk memberikan manfaat kepada orang lain. Namun ketika kita memikirkan diri kita sendiri, bersiap-siaplah kita akan lebih banyak merasakan sakit daripada senang dan bahagia.
semoga secuil cerita itu bisa membahasahi hati yang mulai kering
Sumber: SPS Solikhin dan Kang Puji Hartono,S.PS
Comments
Post a Comment