Psikologi Humanistik dan
Aplikasinya dalam Pendidikan
Oleh Ratna Syifa’a Rachmahana
Dosen Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya UII
Yogyakarta.
Jurnal yang berjudul Psikologi
Humanistik dan Aplikasiknya dalam pendidikan yang ditulis oleh seorang Dosen
Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya UII Yogyakarta yaitu Ratna Syifa’a Rachmahan membahas tentang
psikologi humanistic dan aplikasinya dalam pendidikan.
Psikologi humanistik atau psikologi
kemanusiaan merupakan suatu pendekatan yang multifaset terhadap pengalaman dan
tingkahlaku manusia, yang memusatkan perhatian pada keunikan dan aktualisasi
diri manusia. Psikologi humanistik memberikan sumbangannya bagi pendidikan
alternatif yang dikenal dengan sebutan pendidikan humanistik (humanistic
education).
Pendidikan Humanistik berusaha
mengembangkan individu secara keseluruhan melalui pembelajaran nyata.
Pengembangan aspek emosional, sosial,
mental, dan keterampilan dalam berkarier menjadi fokus dalam model pendidikan
humanistic. Aliran ini muncul pada tahun 1940-an yang merupaka reaksi terhadap
pendekatan psikoanalisa dan behavioristik.
Pendidikan Humanistic dipelopori
oleh Abraham H. Maslow yang
merupakan tokoh yang menonjol dalam psikologi humanistik. Maslow mengatakan
bahwa dalam diri manusia terdapat dorongan positif untuk tumbuh dan
kekuatan-kekuatan yang melawan atau menghalangi pertumbuhan.
Bermula dari memenuhi semua kebutuhan yang
tingkatannya lebih rendah, kemudian motivasi lalu diarahkan kepada terpenuhinya
kebutuhan aktualisasi diri, lalu kebutuhan untuk
tahu
dan mengerti, yakni dorongan untuk mencari tahu, memperoleh ilmu dan pemahaman.
Sesudahnya, Maslow berpendapat adanya kebutuhan estetis, yakni dorongan
keindahan, dalam arti kebutuhan akan keteraturan, kesimetrisan dan kelengkapan.
Maslow membedakan antara empat kebutuhan yang
pertama dengan tiga kebutuhan yang kemudian. Keempat kebutuhan yang pertama
disebutnya deficiency need (kebutuhan yang timbul karena kekurangan),
dan pemenuhan kebutuhan ini pada umumnyabergantung pada orang lain. Sedangkan
ketiga kebutuhan yanglain dinamakan growth need (kebutuhan untuk tumbuh)
dan
pemenuhannya
lebih bergantung pada manusia itu sendiri.
Implikasi dalam dunia pendidikan
bahwa guru harus mencari tahu penyebab siswa tidak melakukan tugas pekerjaan
rumah, membuat keributan di dalam kelas atau anak tidak memiliki motivasi atau
malas belajar di kelas. Maka, dalam pendekatan teori ini kita sebagai seorang
guru harus menyadari bahwa ada beberapa kebutuhan siswa yang mungkin tidak
terpenuhi
Carl R. Rogers yang mengungkapkan tentang
hasrat untuk belajar, belajar yang berarti, belajar tanpa ancaman, belajar atas
inisiatif sendiri, dan belajar untuk perubahan (Rumini,dkk. 1993). Arthur
Combs tentang perasaan, persepsi, keyakinan dan maksud merupakan perilaku-perilaku
batiniah yang menyebabkan seseorang berbeda dengan yang lain. Agar dapat
memahami orang lain, seseorang harus melihat dunia orang lain tersebut,
bagaimana ia berpikir dan merasa tentang dirinya. Itulah sebabnya, untuk
mengubah perilaku orang lain, seseorang harus mengubah persepsinya.
Aldous Huxley Manusia
memiliki banyak potensi yang selama ini banyak terpendam dan
disia-siakan. Pendidikan diharapkan mampu membantu manusia dalam
mengembangkan potensi-potensi tersebut, oleh karena itu kurikulum dalam
proses pendidikan harus berorientasi pada pengembangan potensi, dan ini
melibatkan semua pihak, seperti guru, murid maupun para pemerhati
ataupun peneliti dan perencana pendidikan. Huxley (Roberts, 1975)
menekankan adanya pendidikan non-verbal yang juga harus diajarkan kepada
siswa Proses pendidikan non verbal seyogyanya dimulai sejak usia dini
sampai
tingkat tinggi.
David
Mills dan Stanley Scher (Roberts, 1975) mengajukan konsep pendidikan
terpadu, yakni proses pendidikan yang mengikutsertakan afeksi atau perasaan
murid dalam belajar. Penggunaan pendekatan terpadu ini dilakukan dalam
pembelajaran IPA, pendidikan bisnis dan bahkan otomotif.
Aplikasi
Aliran Humanistik Dalam Pendidikan
Aplikasi aliran Humanistik dalam proses pembelajaran
diantaranya.
1.
Open Education atau Pendidikan Terbuka
Pendidikan Terbuka adalah proses pendidikan yang
memberikan kesempatan kepada murid untuk bergerak secara bebas di sekitar kelas
dan memilih aktivitas belajar mereka sendiri. Guru hanya berperan sebagai
pembimbing. Perlu untuk diketahui, bahwa penelitian tentang efektivitas model
ini menunjukkan adanya perbedaan dengan proses pendidikan tradisional dalam hal
kreativitas, dorongan berprestasi, kebebasan dan hasil-hasil yang bersifat
afektif secara lebih baik. Akan tetapi dari segi pencapaian prestasi belajar
akademik, pengajaran tradisional lebih berhasil dibandingkan poses pendidikan
terbuka ini.
2.
Cooperative Learning atau Belajar Kooperatif
Belajar kooperatif merupakan fondasi yang baik untuk
meningkatkan dorongan berprestasi murid. Dalam prakteknya, belajar kooperatif
memiliki tiga karakteristi; murid bekerja dalam tim-tim belajar yang kecil (4 –
6 orang anggota), murid didorong untuk saling membantu dalam mempelajari bahan
yang bersifat akademik dan melakukannya secara berkelompok dan murid diberi
imbalan atau hadiah atas dasar prestasi kelompok.
Adapun teknik-teknik dalam belajar koperatif ini ada
4 (empat) macam, yakni : Team-Games-Tournament,
Students Teams- Achievement Divisions, Jigsaw, dan Group
Investigation
3.
Independent Learning (Pembelajaran Mandiri)
Pembelajaran Mandiri adalah proses pembelajaran yang
menuntut murid menjadi subjek yang harus merancang, mengatur dan mengontrol
kegiatan mereka sendiri secara bertanggung jawab. Proses ini tidak bergantung
pada subjek maupun metode instruksional, melainkan kepada siapa yang belajar
(murid), mencakup siapa yang memutuskan tentang apa yang akan dipelajari, siapa
yang harus mempelajari sesuatu hal, metode dan sumber apa saja yang akan
digunakan, dan bagaimana cara mengukur keberhasilan upaya belajar yang telah
dilaksanakan (Lowry, dalamHarsono, 2007).
Dalam pelaksanaannya, proses ini cocok untuk
pembelajaran di tingkat atau level perguruan tinggi, karena menuntut
kemandirian yang tinggi dari peserta didik. Di sini pendidik beralih fungsi
menjadi fasilitator proses belajar.
4.Student
Centered Learning (Belajar yang Terpusat pada Siswa)
Student Centered Learning atau
disingkat SCL merupakan strategi pembelajaran yang menempatkan peserta didik
secara aktif dan mandiri, serta bertanggung jawab atas pembelajaran yang dilakukan.
Dengan SCL peserta diharapkan mampu mengembangkan ketrampilan berpikir secara
kritis, mengembangkan system dukungan social untuk pembelajaran mereka, mampu
memilih gayabelajar yang paling efektif dan diharapkan menjadi life-long
learner dan memiliki jiwa entrepreneur .Adapun metode-metode SCL
antara lain : Cooperative Learning (Pembelajaran Kooperatif); mahasiswa
belajar dari dan dengan teman-temannya untuk mencapai suatu tujuan belajar
dengan secara penuh bertanggung jawab atas hasil pembelajaran yang dicapai. Collaborative Learning (Pembelajaran
Kolaboratif); Prinsip dari Pembelajaran Kolaboratif adalah bahwa
pembelajaran merupakan proses yang aktif. Competitive Learning (Pembelajaran
Kompetitif) Prinsip pembelajaran ini adalah memfasilitasi mahasiswa
saling
berkompetisi
dengan temannya untuk mencapai hasil terbaik. Case Based Learning (Pembelajaran
Berdasar Kasus); Prinsip dasar dari metode ini adalah memfasilitasi
mahasiswa
untuk
menguasai konsep dan menerapkannya dalam praktek nyata.
Psikologi humanistik sangat relevan
dengan dunia pendidikan, karena aliran ini selalu mendorong peningkatan
kualitas diri manusia melalui penghargaannya terhadap potensi-potensi positif
yang ada pada setiap insan. Seiring dengan perubahan dan tuntutan zaman, proses
pendidikan pun senantiasa berubah. Dengan adanya perubahan dalam strategi
pendidikan dari waktu ke waktu, humanistic memberikan arahan pendidikan yang signifikan.
Comments
Post a Comment