BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Teori ilmiah yang cukup fenomenal di dunia sains
yaitu Teori Evolusi Darwin yang mengemukakan bahwa nenek moyang manusia berasal dari kera. Perdebatan pun
tidak bisa di hindari beberapa ilmuan yang menentang pernyataan tersebut
melakukan argumentasi yang berlawanan dengan Teori Darwin. Perdebatan tersebut
masih hangat diperbincangkan hingga saat ini, bahkan teori tersebut menjadi cermin bagi para
peneliti untuk melahirkan teori-teori baru. Perjalan sebuah teori ilmiah akan
selalu menarik untuk dibahas dan diperbincangkan selama kehidupan terus
berjalan. Maka selama itu pula sebuah teori ilmiah akan terus bergerak dan
berkembang.
Pergulatan sebuah pemikiran yang memunculkan sebuah
ide atau teori hanya bisa dilakukan oleh seorang pemikir atau orang yang
menggunakan akalnya. Dimana di dalam Al Qur’an sering disebutkan “ afalaa ta’qilun”, “afalaa tatafakkarun”,
“afala yatadabbarun” dimana esensi dari kalimat tersebut adalah ajakan untuk berfikir dan menggunakan akal.
Penciptaan manusia yang di mulai dari makhluk yang
bernama Adam diberikan Akal oleh Tuhan
(Allah swt) untuk mengemban visi Khalifah Fil Ardh (pemimpin di muka
bumi). Keberadaan akal mengindikasikan bahwa manusia itu dituntut untuk
berpikir sebagai sarana untuk keberlangsungan hidup mereka. Perjalanan hidup
manusia yang berinteraksi dan berkompromi dengan fenomena-fenomea alam memaksa
manusia melakukan penelitian-penelitian
dan eksperimen atas gejala-gejala yang ada. Hal itu berlangsung secara terus-menerus
untuk memahami dari gejala tersebut yang
pada akhirnya menghasilkan sebuah kesimpulan. Selanjutnya lahirlah
sebuah teori, kemudian mengalami perkembangan dan mengalami pergulatan
pemikiran diantara para peneliti.
Perbedaan-perbedaan tersebut lahir karena perbedaan
kapasitas pemirikan dari setiap subjek peneliti dalam melihat sebuah masalah. Aktifitas
berpikir yang ditunjang dengan penelitian dan
eksperimen akan melahirkan sebuah teori untuk keberlangsungan hidup
mereka yang kemudian mengalami perubahan dan
melahirkan sebuah teknologi dalam kehidupan manusia. Kehadiran teknologi
merubah pola hidup manusia yang memberikan pengaruh dan dampak terhadap alam. Perubahan alam
akibat pengaruh teknologi akan menuntut
lahirnya sebuah teori baru yang kemudian bisa menggoyakan teori sebelumnya
seperti teori Evolusi Darwin.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas, maka dirumuskan permasalahan yang akan dibahas yaitu:
1. Apa
yang dimaksud dengan teori ilmiah?
2. Apa
dasar dari teori ilmiah?
C.
Tujuan
Penulisan
Adapun tujuan
dari penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk
mengetahui apa pengertian teori ilmiah
2. Untuk
mengetahui dasar teori ilmiah
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Teori Ilmiah
1. Pengertian
Teori
Kata ‘teori’ berasal dari kata theoria dalam bahasa Latin berarti” perenungan”, dan juga berasal dari
kata thea dalam bahasa Yunani yang
berarti “cara atau hasil pandang”; yang merupakan suatu konstruksi di alam ide imajinatif. Dari kata dasar thea ini, kata modern “teater” yang berarti “pertunjukan” atau
tontonan” manusia tentang realitas-realitas yang ia jumpai dalam pengalaman hidupnya. Adapun yang disebut
pengalaman tidak hanya pengalaman yang
diperoleh manusia dari alam kehidupannya yang indrawi, tetapi juga diperoleh
dari alam kontemplatif-imajinatifnya.
Teori merupakan pengetahuan ilmiah mencakup
penjelasan mengenai suatu sektor tertentu dari suatu disiplin ilmu dan dianggap
benar. Teori biasanya terdiri dari hukum-hukun, yaitu pernyataan (statement) yang menjelaskan hubungan kausal antara dua variable atau
lebih . Teori memerlukan tingkat keumuman yang tinggi, yaitu bersifat universal
supaya lebih berfungsi sebagai teori ilmiah.(Suwardi: 2012)
Dalam beberapa kamus, kata teori didefinisikan
sebagai (1) pendapat yang didasarkan pada penelitian dan penemuan, didukung
oleh data dan argumentasi. (2) penyelidikan eksperimental yg mampu menghasilkan
fakta berdasarkan ilmu pasti, logika, metodologi, argumentasi. (3) asas dan
hukum umum yg menjadi dasar suatu kesenian atau ilmu pengetahuan. (4) pendapat,
cara, dan aturan untuk melakukan sesuatu. (Tim redaksi, 2008: 1684).
Dalam kamus ilmiah, teori itu adalah dalil (ilmu
pasti); ajaran atau paham (pandangan) tentang sesuatu berdasarkan kekuatan akal
(ratio); patokan dasar atau garis-garis dasar sains dan ilmu pengetahuan.
Sedangkan Menurut Labovitz dan Hagedorn (dalam referensi makalah, 2008) “What is a Scientific Theory?”
mendefinisikan teori sebagai ide pemikiran “pemikiran teoritis” yang artinya “menentukan” bagaimana dan mengapa
variable-variabel dan pernyataan hubungan dapat saling berhubungan.
Menurut Kerlinger teori adalah ”A
theory is a set of interrelated constructs (concept), definition, and proposisi
that present a systematic view of fhenomena by specifying relation among
variables, with the purpose of explanation and predicting of the phenomena. Dengnan kata lain teori adalah seperangkat konstruk yang saling terkait (konsep), definisi, dan dalil
(rancangan usulan) yang menyajikan pandangan
sistematis fenomena dengan menentukan hubungan antar variabel dengan
penjelasan dan memprediksi terjadinya
sebuah fenomena.
Sementara itu menurut Jhonson, teori adalah
seperangkat pernyataan (dan definisi dari sistem klasifikasi) yang disusun
secara sistematik. Sedangkan Rudner dari kaum positivistik, mengemukakan teori
adalah seperangkat pernyataan yang secara sistematis saling berkaitan.
Dengan demikian, berdasarkan beberapa pendapat ahli
di atas, maka dapat disimpulkan teori adalah
ide pemikiran yang bersifat teoritis yang terdiri dari variabel yang
saling berhubungan yang diperoleh dari alam kehidupan baik indrawi maupun alam
kontemplatif-imajinatif. Hal yang perlu kita garis bawahi adalah bahwa para
ahli bersepakat bahwa sebuah teori terdiri
dari beberapa hal yaitu, ada gejala yang diamati, pada gejala tersebut ada
hubungan yang logis dan sistematis, ada generalisasi analisis deduktif, sesuai
dengan kondisi realitas dan dapat dibuktikan.
a. Elemen-Elemen
Teori
Di
dalam sebuah teori terdapat beberapa elemen yang mengikutinya. Elemen tersebut berfungsi
untuk mempersatukan variabel-variabel yang terdapat di dalam teori. Berikut
adalah beberapa elemen-elemen teori:
1) Konsep
Konsep merupakan sebuah
ide yang diekspresikan dengan simbol atau kata. Konsep merupakan istilah yang
digunakan untuk menggambarkan secara abstrak suatu objek. Melalui konsep
diharapkan akan dapat menyederhanakan pemikiran melalui sebuah istilah. Dalam
ilmu alam konsep dapat diekspresikan dengan simbol-simbol seperti, ”∞” = tak
terhingga, ”m”= Massa, dan lainya. Sementara itu, kebanyakan di dalam ilmu
sosial konsep ini lebih diekspresikan dengan kata-kata tidak melalui
simbol-simbol. Menurut Neuman (Kompilasi Mata Kuliah Filsafat Ilmu: 2012)
kata-kata juga merupakan simbol karena bahasa itu sendiri adalah simbol. Karena
mempelajari konsep dan teori seperti mempelajari bahasa. Konsep selalu ada di
mana pun dan selalu kita gunakan. Misalnya kita membicarakan tentang
pendidikan. Pendidikan merupakan suatu konsep, ia merupakan ide abstrak yang
hanya di dalam pikiran kita saja.
2) Scope
Elemen diatas membahas
tentang konsep. Konsep ini ada yang bersifat abstrak dan bersifat kongkret.
Teori dengan konsep-konsep yang abstrak dapat diaplikasikan terhadap fenomena
sosial yang lebih luas, dibanding dengan teori yang memiliki konsep-konsep yang
kongkret. Contohnya, teori yang diungkapkan oleh Lord Acton ”kekuasaan
cenderung dikorupsikan”. Dalam hal ini kekuasaan dan korupsi ada pada lingkup
yang abstrak. Kemudian kekuasaan ini dalam lingkup kongkret seperti presiden,
jabatan pemerintah, dll, dan korupsi dalam lingkup kongkret seperti korupsi
uang.
3) Relationship
Teori merupakan sebuah relasi dari
konsep-konsep atau secara lebih jelasnya teori merupakan bagaimana
konsep-konsep berhubungan. Hubungan ini seperti pernyataan sebab-akibat (causal statement) atau proposisi.
Proposisi adalah sebuah pernyataan teoritis yang memperincikan hubungan antara
dua atau lebih variable, memberitahu kita bagaimana variasi dalam satu konsep
dipertangggung jawabkan oleh variasi dalam konsep yang lain.
2. Pengertial
Ilmiah
Kata ilmiah bermakna
ilmu pengetahuan atau sains ( dalam
kamus ilmiah popular (pius, dkk): 2001).
Pengetahuan ilmiah adalah harus
memiliki objek tertentu (formal dan material) dan harus bersistem (runtut). Disamping itu, pengetahuan
ilmiah harus memiliki metode tertentu dengan sifatnya yang umum. Metode itu
meliputi metode deduksi, induksi dan analisis ( dalam Amsal Bakhitiar: 2007).
Dalam hal ini, ilmiah diartikan sebagai
ilmu pengetahuan yang memiliki objek tertentu (formal dan material) yang
memiliki sistem dan memiliki metode tertentu dan memuat prinsip yang logis,
sistematis dan dapat dibuktikan.
3. Pengertian
Teori Ilmiah
Pengertian
teori ilmiah bisa diartikan sebagai sebuah set proposisi yang terdiri dari
konsep-konsep yang telah didefinisikan secara jelas. Selain itu, teori ilmiah
adalah penjelasan mengenai hubungan
antar konsep atau variabel. Kemudian, teori ilmiah adalah
penjelasan mengenai fenomena-fenomena
dengan cara menspesifikasikan hubungan antar variabel.
Teori
ilmiah adalah suatu himpunan pengertian (contruct
atau concept) yang saling berkaitan,
batasan, serta proposisi yang menyajikan pandangan sistematis tentang
gejala-gejala dengan jalan menetapkan
hubungan yang ada di antara variable-variabel, dan dengan tujuan untuk
menjelaskan serta meramalkan gejala-gejala tersebut (Ary, et al, 2000: 36).
Teori
ilmiah dalam sains adalah penjelasan atau model yang berbasiskan observasi,
eksperimentasi dan nalar/pertimbangan, terutama ketika sesuatu sudah dites dan
dikonfirmasi sebagai kaidah umum yang membantu menjelaskan dan memprediksi
gejala alam (Willy Jansen: 2013).
B.
Dasar
Teori Ilmiah
Ada
tiga syarat utama sebuah teori ilmiah: (1)
harus konsisten dengan teori sebelumnya, (2) harus cocok dengan fakta-fakta
empiris, (3) dapat mengganti teori lama yang tidak cocok dengan pengujian
empiris dan fakta. (dalam Suwardi: 2012) Yang perlu ditegaskan yaitu istilah
empiris, tidak selalu dimaknai lapangan. Empiris adalah fenomena yang teramati,
boleh berupa teks-teks apa saja.
Empiris
didukung oleh data, oleh sebab itu, teori merupakan akumulasi dari konsep
keilmuan yang didukung oleh data akurat.
Teori tanpa disertai praktik, banyak disinyalir kurang begitu mudah
dipertanggungjawabkan. Teori yang telah mapan tentu disertai praktik,
sebaliknya, praktik tanpa teori memang dapat berjalan. Namun perjalanan praktik
tersebut sering kurang terarah, jika tanpa ada teori yang mendasari. Oleh
karena itu, sekecil apa pun praktik keilmuan tentu ada teori (Suwardi : 2012).
1. Pandangan
Mengenai Teori Ilmiah
Pandangan realisme
tentang teori ilmiah, sebagaimana dinyatakan oleh salah satu tokohnya, yaitu
Dalton (dalam Kuntjojo, 2010) adalah sebagai berikut:
a. Teori
ilmiah dapat dievaluasi berkenaan dengan kebenaran yang dikemukannya.
b. Teori
ilmiah memiliki tujuan untuk mencapai kebenaran atau sesuatu yang mendekati
kebenaran.
c. Keberhasilan
teori ilmiah adalah bukti bahwa teori tersebut benar.
d. Jika
teori ilmiah benar, sesuatu yang tak dapat diobservasi disusun hipotesisnya
sebagai sesuatu yang ada, dan
e. Jika
hal itu benar, teori ilmiah akan menjelaskan fenomena yang dapat diobservasi.
2. Sifat
Dasar Teori Ilmiah
a. Teori
ilmiah bukan suatu kesatuan doktrin
Teori
ilmiah adalah sebuah istilah umum yang
mencakup jumlah teori spesifik, yang masing-masing memenuhi patokan–patokan
dasar tertentu sampai ke suatu tingkat. Teori-teori itu tidak selalu berkaitan. Artinya, teori-teori itu tidak
selalu bersama-sama membentuk kesatuan
doktrin.
Pada
tahap yang manapun dalam perkembangan, pengetahuan ilmiah itu terdiri atas
sejumlah susunan teoritis pada tingkat kesempurnaan yang berbeda-beda. Tiap susunan
tidak disangsikan lagi dan dipengaruhi oleh beberapa teori lainnya. Akan tetapi
ia juga tidak tergantung kepada banyak
teori lainnya. Misalnya, sebuah teori tentang Fisika Nuklir mungkin tidak ada
hubungannya dengan teori tentang
asal-usul spesies atau tentang
pembentukan gunung-gunung.
Proses
alam dapat diteliti dalam kelompok-kelompok yang otonom, yang secara praktisnya
tidak ada hubungannya satu sama lain, karenanya sudah dapat diperkirakan bahwa
teori-teori ilmiah, yang merupakan upaya
untuk merumuskan secara rasional cara
kerjanya proses-proses itu, tidak akan membentuk suatu keseluruhan yang organis, yang
bagian-bagiannya tidak terpisahkan satu sama lain.
Anggapan
bahwa segenap pengetahuan membentuk sebuah sistem dapat ditelusuri kembali
kepada dua sumber. Keterarahan kepada ketertiban yang melekat pada manusia
memaksanya untuk mencari kesatuan di tengah-tengah keanekaragaman. Dengan
demikian dorongan yang menggerakkannya untuk melakukan penelitian ilmiah juga
membuatnya mampu menyusun sebuah sistem pengetahuan yang tunggal, yang
mempersatukan suatu nilai heuristic saja. Ia tidak perlu berhasil dalam semua
kasus.
Kedua,
yang melatarbelakangi pertumbuhan ilmu pengetahuan adalah sistem-sistem
pemikiran yang universal. Sistem-sistem itu - misalnya sistem yang dibangun
Hegal- berusaha menjelaskan setiap detail dari dunia yang nampak sebagai hasil
yang memang sudah semestinya dari cara kerjanya beberapa biasanya satu atau dua,
prinsip fundamental. Dalam upaya melawan sistem-sistem seperti itu, ada
dorongan dan godaan bagi para ahli ilmu pengetahuan untuk menyusun sistem
universal alternatif mereka masing-masing yang terlalu kuat untuk dilawan.
b. Kesatuan
ilmu, metodologis dan struktural
Jika
pengetahuan ilmiah merupakan sejumlah teori yang spesifik, lalu apalagi yang
bisa memberikan kesatuan kepada ilmu pengetahuan? Salah satu faktor pemersatu
yang tidak disangsikan dari metode yang sampai tingkat-tingkat tertentu adalah sama bagi semua cabang ilmu
pengetahuan. Faktor lainnya adalah kriteria
yang harus dipenuhi oleh setip teori ilmiah juga sampai tingkat tertentu
tergantung pada tahap perkembangan yang telah dicapai oleh penelitian mengenai
pokok persoalannya. Penentuan-penetuan itu memberikan kepada semua teori ilmiah
suatu kesatuan struktural, yang tidak
terdapat pada teori-teori yang tidak ilmiah. Kesatuan itu akan menjadi semakin
jelas dalam bagian selanjutnya dari bab ini.
Disini cukup dilukiskan secara garis besar dengan memberi satu contoh.
Struktur
teoritis ilmu pengetahuan fisika, kimia, geologi, biologi- mempunyai suatu awal, tetapi tanpa akhir. Titik
tolaknya adalah seperangkat preposisi yang
diandaikan benar tanpa bukti. Proposisi-proposisi yang dipakai sebagai titik
tolak itu dinamakan postulat-postulat teori ilmiah yang bersangkutan.
Dari
postulat-postulat itu dideduksikan, dengan metode-metode logika saja, sejumlah
konklusi itu diverifikasi dengan fakta-fakta, yang dikatakan sebagai telah ’dijelaskan’
oleh teori. Akan tetapi diantara konklusi-konklusi yang diperoleh dari
postulat-postulat itu ada yang mengacu kepada fakta-fakta yang belum diketahui.
Konklusi-konklusi itu dinamakan ramalan
atau paska ramalan yang diuji dengan pengamatan berencana untuk menemukan
fakta-fakta yang bersangkutan. Jika ramalan-ramalan itu cocok dengan
fakta-fakta yang ditemukan dengan cara itu, maka postulat-postulatnya dianggap
lebih dapat diandalkan dan teorinya dikatakan sebagai telah dibenarkan.
Konklusi-konkluasi
yang dideduksikan dari postulat-postulat merupakan bagian tengah dari teori. Jika
dikatakan bahwa teori ilmiah tidak punya akhir, dengan ini dimaksudkan bahwa
tidak mungkin menentukan sebelumnya sebagaimana perkembangan suatu teori
selanjutnya. Mungkin saja deduksi-deduksi baru dapat ditarik darinya, atau
fakta-fakta baru ditentukan sehingga
dapat memperkaya suatu teori tanpa harus diadakan perubahan pada
postulat-postulatnya. Suatu teori ilmiah dapat disamakan dengan sebuah gedung
yang terbuka bagian atasnya dan ada kemungkinan untuk terus menambahkan sebuah
tingkat baru padanya.
Misalnya,
hukum-hukum tentang gerak planet-planet
yang ditemukan oleh Kepler, teori
tentang gerak pasang air laut, gerak
giroskop, teori tentang tekanan dan renggangan dalam sebuah benda kaku, teori
balistik- yang diverifikasikan melalui pengamatan.
Namun
demikian, selama teori Newton itu belum dimasukkan kedalam teori Einstein
mengenai Relativitas, tidak mungkin mengatakan pada tahap yang mana pun bahwa
pertumbuhannya telah berakhir. Sekarang akan dibahas secara lebih mendalam
gambaran di atas dalam garis besarnya saja.
3. Ciri
Khusus Teori Ilmiah
Bill
Newton-Smith (dalam Kuntjojo, 2010) telah mengidentifikasi 8 ciri teori ilmiah
yang mampu digunakan untuk memberikan penjelasan dengan baik, yang bisa
digunakan acuan dalam memilih suatu teori, yaitu:
a. Observational nesting.
Suatu teori seharusnya mempunyai paling tidak
konsekuensi observasi yang sama dengan teori-teori sebelumnya.
b. Fertility
Suatu teori seharusnya terbuka untuk
diuji dan dikembangkan.
c. Track-record
Suatu teori hendaknya
memiliki keberhasilan pada waktu-waktu sebelumnya.
d. Inter-theory support
Suatu teori seharusnya
terintegrasi dan memberikan dukungan pada teori-teori lainnya.
e.
Smootness
Jika suatu teori tidak
sesuai dengan fenomena yang dijelaskannya hendaknya terbuka untuk dilakukan perbaikan.
f. Internal consistency
Suatu teori hendaknya
memiliki konsistensi internal.
g. Compaibility with well-grounded
metaphysical beliefs
Suatu teori hendaknya
konsisten dengan asumsiasumsi umum atau metafisis thenrtang dunia.
h.
Simplicity
Teori yang simpel
lebih baik dari pada teori yang rumit.
Sebuah
teori ilmiah merupakan satu hipotesis yang menghubungkan satu jenis fakta-fakta
tertentu dengan jenis fakta lain dalam satu bentuk yang mempunyai hubungan
kausal. Artinya, hipotesis itu harus memenuhi kedua syarat mendasar berikut:
a. Semua
menyatakan yang benar mengenai fakta-fakta yang telah diamati dapat dideduksi
sebagai konsekuensi-konseukensi logis dari hipotesis.
b. Ramalan
atau paska ramalannya dapat dibuat dalam bentuk fenomen-fenomen yang bisa
diamati, tetapi tidak ditekaui sebeumnya.
Kedua
syarat dapat dipenuhi oleh teori yang sudah maju seperti teori Newton
tentang gravitasi universal, atau teori
Maxwell tentang medan elektromagnetik. Tetapi, terdapat juga teori-teori ilmiah
yang hanya dapat memenuhi satu saja dari kedua syarat tanpa terlalu merugikan status ilmiahnya. Ada
alasan-alasan yang kuat bagi pengecualian ini dalam kasus-kasus khusus. Di
dalam kasus tertentu, sejumlah teori secara keseluruhan mungkin memenuhi kedua
syarat itu, sementara itu tidak ada satupun diantaranya yang dapat memenuhinya sendiri-sendiri.
Misalnya, teori klasik tentang panas didasarkan pada postulat-postulat mekanika
dan dapat menjelaskan bagian terbesar dari fenomen-fenomen yang berkaitan
dengan manifestasi panas tanpa mengacu kepada apa pun yang tidak termasuk sepenuhnya dalam bidang
ini. akan tetapi, arus aliran listrik
yang berkaitan dengan adanya perbedaan suhu antara dua titik sambungan dalam suatu sirkuit tertutup tidak dapat
dijelaskan, apalagi diramalkan dari segi
panas saja. Untuk itu orang perlu mengacu kepada teori tentang arus listrik.
Ia
merupakan suatu kesatuan yang organik,
sebab teori-teori yang terpisah itu saling berhubungan dan semuanya dapat
dideduksikan secara logis dari perangkat postulat-postulat yang sama. Ini
berarti bahwa fisika klasik secara keseluruhan
merupakan sebuah teori yang berada pada tingkat yang berbeda dengan
tingkat cabang-cabangnya yang mana pun. Mudah untuk dilihat bahwa tidak ada
satu bagian individual pun yang dapat memenuhi syarat tertentu sebaik yang
dapat dilakukan oleh keseluruhannya. Sebab itu sementara orang membahas sifat
dasar teori ilmiah, ia perlu menyinggung
tingkat hirarkinya, walaupun
tidak secara eksplisit sekali pun. Masih
ada satu sebab lain yang lebih penting, mengapa suatu teori ilmiah tertentu
tidak dapat memenuhi persyaratan pengujian yang dimaksudkan. Sebab ini juga
berkaitan dengan status hirarkis teori
itu, tidak dalam hubungan dengan pokok materinya (misalnya panas dalam
kaitannya dengan fisika klasik) melainkan dengan tahap perkembangannya. Teori-teori yang masih berada pada apa yang dinamakan
tingkat sejarah alam mempunyai daya ramalan yang jauh lebih rendah dibandingkan
dengan yang sudah berada pada tingkat teori yang dirumuskan secara deduktif.
4. Tahap-tahap
perkembangan teori ilmiah
Penyelidikan ilmiah
berawal dalam suatu situasi masalah dan berlangsung melalui tahap –tahap
berikut:
a. memecah
masalahnya menjadi bagian-bagian komponennya,
b. mengumpulkan
melalui pengamatan dan percobaan semua fakta yang digolong-golongkannya
berdsarkan beberapa sifat yang sama,
c. membuat
sebuah hipotesis yang akan menjelaskan semua fakta yang telah diamati dan
memecahkan situasi masalah,
d. jika
hipotesis itu memungkinkan, kemudian disusun
implikasi-implikasi logisnya untuk melakukan ramalan tentang
fenomen-fenomen yang belum diketahui hingga saat itu
e. menguji
ramalan-ramalan itu dengan pengamatan.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
B.
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Bakhtiar,
Amsal. 2007. Filsafat Ilmu Edisi Revisi . Jakarta : PT. Raja
grafindo.
Hamdani.2011.
Filsafat Sains. Bandung: Pustaka Setia.
Suwardi.
2012. Filsafat Ilmu. Endraswara Yogyakarta:
CAPS.
Universitas
Negeri Padang. 2012. Kompilasi Mata Kuliah Filsafat Ilmu. Padang : UNP
Partanto, Pius A dan M. Dahlan Al Barry.
2001. Kamus Ilmiah Populer. Surabaya:
Arkola
Teori ilmiah.http://www.referensimakalah.com/2012/08
Tim
Redaksi. 2008. Kamus Bahasa Indonesia.
Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan
Nasional
Willy Jansen. 2013. “Apa Arti Teori
Ilmiah? | Definisi Teori Ilmiah Dalam Sains (Disadur dari What is a Scientific Theory? oleh Kimm Ann Zimmerman, LiveScience”
(online). http://www.willyjansen.com/blog/2013/07/08/apa-arti-teori-ilmiah-definisi-teori-ilmiah-dalam-sains/.
Diakses pada tanggal 22-03-2014
Kuntjojo. 2010. “Filsafat Ilmu”
(online). http://ebekunt.wordpress.com/2010/08/30/filsafat-ilmu-diringkas-dari-buku-philosophy-of-science-karangan-john-bird/.
Diakses pada tanggal 22-03-2014
Comments
Post a Comment